Thursday, February 28, 2019

Novel Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e Bahasa Indonesia Jilid 7 Bab 1


Classroom of the Elite Volume 7
Diterjemahkan oleh Ratico

Bab 1: Langkah Kaki di Pertengahan Musim Dingin

Pertengahan Desember telah datang dan berlalu. Pergantian musim terjadi dengan cepat dan menjadi sangat dingin.

Siswa secara alami mulai mengenakan mafela, sarung tangan, dan kaus kaki panjang semakin banyak. Langit hari ini berwarna abu-abu mendung, hampir seolah-olah akan turun salju.

Sekarang aku berpikir tentang itu, aku belum pernah benar-benar melihat salju sebelumnya. Tentu saja, aku pernah melihatnya di televisi dan di buku-buku tapi aku tak pernah benar-benar memegangnya di tanganku dan merasakannya dengan kulitku. Aku tak tahu apakah akan turun salju di sini tahun ini, tapi aku ingin mengalaminya.

Sepulang sekolah, di sudut Keyaki Mall, empat siswa berkumpul di ruang tempat siswa beristirahat dan melanjutkan urusan mereka.

Mereka adalah anggota Kelas D. Sakura Airi, Hasebe Haruka, Yukimura Keisei dan aku. Nama asli Keisei adalah Teruhiko tapi sesuai dengan keinginannya, kami memanggilnya Keisei.

Aku sudah terbiasa melihat wajah mereka hari ini. Kami bertemu secara tak teratur dua atau tiga kali setiap minggu untuk mengobrol tanpa maksud tersembunyi. Waktu yang kita habiskan bersama tergantung pada hari tapi kadang-kadang kita menghabiskan sekitar dua jam bersama dan kadang-kadang kita berpisah setelah hanya setengah jam.

Jika kau merasa ingin kembali di tengah jalan, kau bebas untuk melakukannya juga. Yang aku maksudkan adalah bahwa ini bukan orang-orang yang perlu kau ajak terus bersama.

Tapi kami sering menghabiskan lebih banyak waktu bersama daripada biasanya setelah sekolah pada hari Jumat. Alasannya adalah anggota kelima kami yang saat ini absen, Miyake Akito, dan berbagai keadaan yang melibatkannya.

"Pada akhirnya, tak ada seorangpun dari kelas mana pun yang dikeluarkan. Kupikir Kelas C mungkin sudah bergerak sekarang. Soal yang kita siapkan juga tak mudah."

Ketika beberapa gadis dari Kelas C kebetulan melewati kami, Keisei mengatakan itu.

"Kelas C sepertinya tak terlalu bagus dalam belajar daripada kita."

Haruka segera menjawab sambil mengutak-atik ponselnya. Dan kemudian dia membuat pengumuman.

"Miyachi bilang dia akan segera ke sini. Sepertinya dia baru saja meninggalkan klubnya."

Rupanya dia sedang mengobrol dengan orang yang kita tunggu-tunggu. Satu-satunya anggota grup kami yang merupakan anggota klub, Akito, tak dapat bertemu dengan kami segera setelah sekolah.

"Tapi kita sudah lulus ujian jadi bukankah itu melegakan...? Lagipula, juga bukan kabar baik untuk mendengar seseorang dari kelas lain dikeluarkan."

Airi, yang tak berurusan dengan hal-hal kasar seperti ini, memberikan pendapat jujur ​​padanya.

"Yah, tak ada yang lebih baik daripada bisa bergaul. Tapi bukankah itu sulit dengan cara sekolah ini didirikan? Membidik kelas atas berarti menendang kelas lain."

Kedengarannya kasar tapi Haruka benar. Mendengar itu, Keisei benar-benar terkesan.

"Tepat sekali. Aku mengerti apa yang Airi coba katakan, tapi jika kita tak menendang mereka maka kita akan ditendang sendiri. Menjadi pemenang di sekolah ini berarti mengorbankan tiga kelas lainnya. Tak perlu bagi kita untuk menjadi pengorbanan."

"Kurasa begitu......."

Airi menjawab dengan sedih mendengar kata-kata kasar Keisei.

"Misalnya, apakah benar-benar tak ada trik yang bisa kita gunakan? Seperti mendapat semua poin kelas disamakan dalam ujian sebelumnya? Dengan begitu, semua orang bisa bahagia dan kita semua bisa lulus sebagai Kelas A. Sepertinya itu akan terjadi."

"Kupikir itu bagus."

"Sayangnya, kupikir itu tak mungkin."

Melawan ide aneh Haruka, Akito bergabung dengan kami.

"Bagaimana kau bisa mengatakan itu?"

"Aku sudah mendengar senior berbicara tentang ini. Jika kita kebetulan sama setelah ujian akhir maka ujian khusus tambahan tampaknya diadakan untuk menentukan peringkat kita."

"Ujian macam apa?"

"Tak tahu. Itu hanya rumor terbaik. Rupanya kita tak pernah memiliki situasi seperti itu di mana kelas yang berbeda berakhir dengan poin yang sama."

Kukira detailnya tak diketahui bahkan untuk Akito. Tapi tak salah lagi fakta bahwa ini adalah informasi yang berharga.

"Kurasa itu tak akan sesederhana itu. Tapi kupikir itu ide yang menarik."

"Pada akhirnya, kurasa itu berarti hanya ada satu Kelas A."

"Jadi, Miyachi, bagaimana latihan hari ini?"

Haruka bertanya pada Akito.

"Apa yang bagaimana?"

"Hmm. Seperti seberapa baik kau menangani busurmu, kurasa."

"Biasa. Tak ada yang istimewa atau kekurangan. Jangan bertanya ketika kau bahkan tak tertarik."

"Bukankah itu baik-baik saja? Melakukan percakapan santai antar teman?"

"Kalau begitu, kurasa itu berarti kau setidaknya tahu sedikit tentang memanah?"

Akito duduk sambil menyimpan kecurigaan.

"Ini bukan tentang pengetahuan atau apapun, itu hanya kompetisi di mana kau seharusnya mencapai target dengan panah, kan?"

"Tidak, walaupun itu memang intinya...sudahlah."

Akito mencoba menjelaskan secara detail tapi sepertinya sudah menyerah.

"Bagaimana aku mengatakannya? Aku tak pernah tertarik pada memanah sejak aku dilahirkan. Itulah sebabnya aku ingin tahu kesalahan apa yang harus dilakukan untuk mendorongmu ke arah itu."

Tampaknya Haruka berpikir berjalan di jalur memanah adalah sebuah kesalahan.

Yah, ini bukan olahraga yang sangat mempesona tapi secara pribadi, aku tertarik. Tapi kukira ada banyak siswa yang tak pernah memegang busur sebelumnya.

"Ya, kalau dipikir-pikir, mengapa memanah? Bukannya sekolah ini terkenal dengan itu atau apa, kan?"

Mendengarkan percakapan mereka, sebuah pertanyaan datang juga dari Keisei.

"Sewaktu SMP, seorang senior yang merawatku adalah anggota klub panahan. Itu sebabnya kupikir aku akan mengambilnya juga. Hanya itu yang ada, tak ada alasan yang jelas."

"Pemicu untuk mulai melakukan sesuatu. Kurasa itu hanya hal semacam itu."

Airi juga, dengan tenang bergabung dengan percakapan. Ini adalah sesuatu yang aku semakin sering lihat akhir-akhir ini dan sebuah pemandangan yang menyenangkan. Dan itu juga karena tak ada yang terkejut tentang hal itu atau menggodanya sehingga Airi juga bisa sedikit demi sedikit masuk ke percakapan secara alami.

"Airi punya kamera digital, kan? Ini populer akhir-akhir ini, kurasa. Kurasa aku bisa memahaminya dengan lebih baik."

"Instagram. Hobi yang unik untuk anak perempuan, ya? Ini benar-benar sulit didapat."

Mungkin Keisei tak dapat memahaminya, karena dia mengatakan hal-hal yang agak negatif tentang itu.

"Hei, itu diskriminasi seksual di sana. Ada banyak anak laki-laki yang melakukannya akhir-akhir ini juga, kau tahu?"

"...sungguh? Kurasa bukan ide yang baik untuk menyebarkan informasi pribadi tentang dirimu seperti itu."

"Aku juga tak mengerti. Bagaimana denganmu, Kiyotaka? Apakah kau juga melakukannya?"

"Tidak. Aku tak terlalu tahu tentang hal-hal itu."

Karena sekolah ini melarang kontak dengan pihak luar, sesuatu seperti SNS dan aplikasi SMS lainnya hanya akan menghubungkan siswa satu sama lain. Jika kau puas dengan itu maka tak ada alasan untuk berbicara.

"Kiyopon tak benar-benar terlihat seperti tipe yang melakukan hal-hal itu. Sebaliknya, jika kau menggunakan Instagram maka itu akan terlihat begitu lucu. Pernah pergi berpesta di kolam renang malam sambil membawa es krim dan terlihat lucu...hmm?"

"Tidak."

Aku langsung menyangkalnya. Akan merepotkan kalau orang seperti itu yang dia lihat dariku nantinya.

"Bagaimana denganmu, apakah kau menggunakannya? Instagram, maksudku."

"Tidak sama sekali. Ini merepotkan dan aku tak suka menunjukkan diriku pada orang lain."

"Aku sangat setuju."

Keisei mengangguk setuju dengan kata-kata Haruka.

Airi tetap diam setelah mendengar itu, tapi dia tampaknya telah menerima kerusakan kritis dari satu pukulan tadi. Rupanya dia berhenti melakukannya sekarang, tapi dia menggunakannya untuk selfie dan mengunggahnya ke SNS sebagai hobi.

"Ini sangat populer di luar sana sehingga tak seperti itu sesuatu yang aneh."

Aku melindunginya. Tak ada gunanya membuat Airi tertekan karena apa pun. Dia mungkin berniat menyembunyikannya tapi jelas sekali bagaimana dia bingung atas komentarku hanya dari pandangan sekilas.

Airi secara ekspresif bereaksi setiap kali bahkan pada tindak lanjut seperti itu sehingga Haruka dan yang lainnya segera menangkapnya.

"Aku tahu aku benar-benar ketinggalan zaman dan tak terlalu modis sehingga aku tak bisa benar-benar keberatan dengan hal itu. Aku meminta maaf pada siapa pun yang kebetulan menyukai Instagram."

Haruka mengangkat tangannya dan meminta maaf.

"Hanya karena aku secara pribadi tak menyukainya, menolak sesuatu yang populer adalah hal yang bodoh untuk dilakukan. Aku tak memikirkannya."

Dan Keisei juga meminta maaf. Terutama ke Airi. Airi menepuk dadanya dengan lega.

"Maaf karena mengganti topik pembicaraan di sini tapi ada sesuatu yang membuatku penasaran."

Sekarang setelah diskusi selesai, Akito menyela. Dia terdengar agak jengkel dan berbicara hampir sambil memelototi sekelilingnya.

"Bukankah Kelas C tampak aneh akhir-akhir ini?"

"Kelas C? Tapi mereka selalu aneh. Apa maksudmu?"

Haruka dengan penasaran mencondongkan tubuh ke depan dengan mata lebar. Aku tahu apa yang coba ditunjukkan Akito.

Ini tentang orang-orang yang telah mengikuti kami beberapa hari terakhir. Sepertinya Akito juga sadar.

Bahkan sekarang, ada seorang anak lelaki yang menyembunyikan dirinya sambil mengintip kami. Itu adalah 'Komiya', seorang siswa Kelas C dan salah satu antek Ryuuen. Hampir tak ada keraguan dia seharusnya mengawasi kelompok kami.

Tapi ada jarak yang cukup jauh di antara kami dan bahkan jika kami bertanya padanya, tak ada bukti yang menunjukkan adanya pengawasan. Jika dia bersikeras bahwa itu hanya serangkaian kebetulan maka hanya itu yang diperlukan untuk menutup kami.

Sebaliknya, ada risiko bahwa kita bisa dicap sebagai orang jahat karena berkonfrontasi dengannya. Alasan Akito tak mengatakannya dengan keras mungkin karena dia masih tak memiliki bukti kuat.

Lebih penting lagi, masalahnya adalah bahwa ada orang lain yang 'bukan dari Kelas C' yang mengamati kelompok ini. Akito belum memperhatikan kehadiran itu.

"Selama sesi belajar kita beberapa waktu lalu, orang-orang Kelas C itu melakukan kontak dengan kita kan?"

Kembali ketika kami mengadakan sesi belajar untuk mempersiapkan ujian tertulis yaitu Paper Shuffle. Siswa dari Kelas C muncul di ruang publik seperti kafetaria dan tiba-tiba datang ke kelompok kami. Dan sejak saat itu hingga hari ini, gangguan itu berlanjut dalam bentuk membuntuti.

"Maksudmu Ryuuen-kun dan Shiina-san, kan? Mungkinkah mereka juga?"

"Ya. Kali ini orang yang berbeda. Hari ini, Ishizaki dan Komiya muncul di klub panahan. Mengatakan mereka datang untuk melihat-lihat sehingga para senior menerimanya, tapi mereka memelototiku sepanjang waktu sehingga itu sulit bagiku untuk melakukan apa pun."

Aku mengarti. Dengan kata lain, Komiya datang jauh-jauh ke sini dengan mengikuti Akito. Alasan Ishizaki tak ada di sini adalah karena membuntuti banyak orang bukanlah tugas yang cocok untuknya. Sepertinya Akito yang paling bermasalah dengan pengawasan Ryuuen.

"Bukankah itu hanya karena mereka tertarik pada klub?"

Airi, yang tak mungkin memahami cara berpikir Ryuuen, mengatakan demikian.

"Itu akan bagus jika itu masalahnya. Tapi rasanya tak seperti itu."

Seolah mencoba memberi tahu kami bahunya kaku, Akito melambaikan tangannya. Setiap hari, Ryuuen berulang kali memberikan tekanan padanya dan langkahnya semakin meningkat.

Bukannya aku berbicara langsung dengannya, tapi aku hampir bisa mendengar tawa Ryuuen yang tak kenal takut.

'Aku akan memburumu'.

Aku bisa merasakan tekad kuat semacam itu dari Ryuuen.

"Apakah mereka melakukan sesuatu? Seperti mengejekmu atau bersin tepat ketika kau akan melepaskan panah untuk mengganggumu? Atau mungkin mereka melemparkan batu kecil ke arahmu?"

"Tentu saja, mereka tak bisa melakukan apa pun di depan instruktur dan senior. Pada saat latihan berakhir, mereka kembali."

Sejak hari itu, meskipun aku sendiri tak berubah, jelas mereka telah mencapai sasaran. Aku harus menganggap mereka sudah menandai Karuizawa juga.

Dia mungkin sudah mempersempit targetnya ke beberapa orang terpilih yang termasuk aku juga. Jika aku melakukan satu hal lagi yang menentukan, kupikir dia bahkan dapat mempersempitnya padaku.

Dan orang yang memegang satu hal yang menentukan adalah 'Karuizawa Kei'.

Tapi fakta bahwa dia tak bertindak enteng adalah bukti bahwa dia telah memikirkannya dengan cermat. Biarpun dia mencoba bertanya pada Karuizawa tentang keberadaanku, melakukan itu di muka tak akan membawanya ke mana pun.

Sekarang, aku ingin tahu bagaimana Ryuuen akan mengisi potongan terakhir dari teka-teki itu. Melihat pola gerakannya sampai sekarang, tak terlalu sulit untuk dibayangkan. Pertanyaannya adalah 'kapan' itu akan terjadi.

Selagi aku memikirkan hal itu, Akito dan yang lainnya melanjutkan pembicaraan mereka. Keisei kemudian menarik kesimpulannya mengapa Kelas C mengganggu kita.

"Tidakkah kau berpikir itu ada hubungannya dengan pertumbuhan Kelas D? Kita berakhir dengan 0 poin tak terlalu lama setelah mendaftar namun di sini kita, hampir cukup dekat untuk menggores punggung Kelas C. Ada juga hasil dari Paper Shuffle untuk dipertimbangkan, jadi kita mungkin benar-benar berakhir menjadi Kelas C pada saat semester ketiga bergulir. Mereka pasti panik."

Keisei mencoba menebak alasan di balik tindakan Kelas C secara rasional.

"Sekarang setelah kau menyebutkannya, itu benar. Mereka akan dikalahkan oleh orang-orang yang mereka ejek---."

"Tapi...kita tak akan menyusul mereka, kan?"

Airi, mengingat pengumuman poin kelas, menanyakan itu tapi Keisei kemudian menjawab.

"Ya. Poin kelas yang diumumkan pada awal Desember adalah 262 poin untuk Kelas D dan 542 poin untuk Kelas C. Masih ada jarak 280 poin di antara kita."

Selama Paper Shuffle, kami bertarung langsung melawan Kelas C dan menang. Hasilnya, kami berhasil meningkatkan poin kelas kami dengan cemerlang. 100 poin dari Kelas C pindah ke Kelas D dan kami memperoleh total 200 poin.

Kesenjangan sekarang menjadi sangat sedikit 80 poin.

Namun, Kelas C masih memimpin pada tahap ini. Namun---kecelakaan yang sama sekali tak terkait dengan ujian terjadi pada Kelas C.

"Tampaknya Kelas C melakukan pelanggaran peraturan serius. Mereka tak mengumumkan detailnya tapi mereka terkena hukuman berat, setelah 100 poin diambil dari mereka."

Suatu hari, aku ingat menerima penjelasan umum dari sekolah.

"Aku ingin tahu apa sebenarnya yang mereka lakukan untuk menyebabkan keributan besar ini. Ini benar-benar hal yang sangat Kelas C lakukan."

Haruka berkata dengan putus asa tapi sayangnya cukup, Kelas D tak bisa menertawakan kelas lain. Meskipun ujian, kami kehilangan 1000 poin kelas sebulan setelah mendaftar.

"Terlepas dari alasannya, efek penghancuran diri mereka sangat penting. Jika semuanya berakhir seperti ini maka setelah liburan musim dingin ada kemungkinan besar kita akan dipromosikan ke Kelas C."

Keisei menyimpulkan tanpa terlihat sombong.

"Apakah itu alasan Miyachi terlibat?"

"Tak ada yang mengatakan itu bukan alasannya."

Dari perspektif Ryuuen, yang berkuasa atas Kelas C, penurunan pangkat tak akan menyenangkan. Untuk menemukan semacam kelemahan di Kelas D sehingga dia dapat mempertahankan posisinya saat ini, adalah apa yang dia coba lakukan sekarang. Jika itu masalahnya, maka itu konsisten dengan tindakannya.

Semua orang di sini, kecuali aku, menyimpulkan itu.

"Perubahan kelas adalah masalah yang tak bisa dihindari sekolah ini sepenuhnya tapi aku juga berpikir itu adalah sesuatu yang tak sering terjadi. Dalam hal itu, pertumbuhan Kelas D setelah jatuh secara masif harus menjadi alasan yang cukup untuk membuat Kelas C panik dan wajar untuk mencoba dan mencari tahu alasan di balik pertumbuhan itu."

"Meskipun bertingkah tinggi dan kuat sepanjang waktu, Ryuuen-kun masih seorang pemimpin. Dia benar-benar akan kehilangan muka."

"Aku mengerti. Kurasa keputusasaan mereka bisa dimengerti."

Akito mungkin merasa bersyukur membayangkan Ryuuen yang frustrasi dengan harga dirinya yang tercabik-cabik sehingga dia setuju dengan itu.

"Tapi kita belum benar-benar berubah banyak, kan? Rasanya pada saat kita menyadari, celah itu sudah menyusut. Mengapa begitu? Apakah itu hanya karena Kelas C jatuh?"

Sebagian besar siswa di kelas kami tak tahu pertempuran yang terjadi di belakang layar dan langsung mengikuti ujian. Dapat dimengerti bahwa mereka tak akan dapat memahami mengapa kesenjangan telah menyusut.

"Jika kita berbicara tentang hanya Kelas D maka kita menang atas kelas-kelas lain selama ujian pulau. Kita dikalahkan oleh Ryuuen selama ujian zodiak, tapi kita kembali pada Paper Shuffle kemarin. Dibandingkan dengan itu, Kelas C telah mengabaikan poin kelas mereka, bukan?"

"Bahkan di pulau itu, mereka dengan cepat menggunakan semua poin yang dialokasikan untuk mereka."

"Dengan kata lain...apakah Kelas C menghancurkan diri sendiri?"

"Kau bisa melihatnya seperti itu. Bahkan pelanggaran peraturan mereka kali ini cukup menghancurkan diri sendiri."

Sebuah ujian khusus dilakukan di pulau tak berpenghuni tepat saat liburan musim panas dimulai.

Setiap kelas sama-sama mengalokasikan 300 poin untuk digunakan selama ujian dan kami seharusnya menyelesaikan ujian dengan menggunakan poin-poin tersebut selama satu minggu. Dan poin apa pun yang tersisa pada akhirnya akan ditambahkan ke poin kelas kami.

Semua kelas, termasuk D, melakukan apa saja untuk menghemat poin sebanyak yang mereka bisa, tapi seperti yang dikatakan Haruka, Kelas C dengan cepat menggunakan semua 300 poin.

"Bukankah itu sebabnya kelas kita mampu menjembatani kesenjangan sebanyak itu?"

Ada tikungan dan belokan di sepanjang jalan, tapi Kelas D berhasil menghemat hingga 225 poin.

"Itu benar tapi kita tak tahu apakah mereka mengimbangi itu atau tidak. Untuk semua pengeluaran mereka, Kelas C tampaknya menikmati liburan mereka. Aku agak iri bahwa mereka tak harus melalui semua itu."

"Sampah. Ryuuen itu selalu ceroboh...tidak, dia anak lelaki yang berpikir melakukan hal-hal yang tak dilakukan orang normal akan membuatnya keren. Itulah mengapa tak ada artinya jika kelas kalah."

Untuk menghemat poin kelas untuk naik ke Kelas A. Dari perspektif Keisei, yang memiliki kemauan yang kuat, membuang poin kelas seperti itu mungkin tampak seperti hal yang aneh untuk dilakukan.

Tapi itu tak seperti Ryuuen hanya membuang-buang poin yang dialokasikan padanya di pulau juga.

Faktanya, meskipun telah menggunakan semua poinnya, dia menyerahkan semua barang sisa seperti toilet dan tenda ke Kelas A. Aku tak bisa membayangkan dia menyerahkannya secara gratis.

Dengan kata lain, dia pasti mendapatkan sesuatu sebagai ganti kehilangan poin. Tentu saja, tak mungkin dia menerima sesuatu yang tak berwujud seperti kepercayaan atau persahabatan.

Sesuatu yang bisa dia peroleh dengan imbalan poin kelas. Itu harus menjadi poin pribadi. Hanya ada beberapa siswa yang menyadari hal ini dan Keisei sepertinya tak mengerti.

"Kalian anak laki-laki pasti menganggapnya mudah. ​​Tidakkah kau juga berpikir begitu, Airi?"

"Y-Ya. Itu benar. Ada cukup banyak gadis yang bermasalah dengan ini. Aku berpikir sedikit kemudian dan aku mungkin juga dalam masalah......"

Airi berkata begitu sambil tersipu.

Ujian pulau memang memperhitungkan gadis-gadis itu sampai tingkat tertentu, tapi meski begitu aku yakin mereka mengalami masa yang jauh lebih sulit daripada yang dilakukan anak laki-laki.

"Kenapa kau akan berada dalam masalah jika itu sedikit kemudian?"

Keisei, yang tak tahu apa-apa tentang masalah seorang gadis, menatap Airi dengan aneh.

"I-Itu."

Airi, tak bisa memberitahunya bahwa ini tentang 'hari perempuan', mengalihkan pandangannya. Haruka, melihat situasinya, memberi Keisei beberapa kata kasar.

"Bagaimana aku harus mengatakan ini, Yukimu~. Sisi bodohmu itu bisa imut tapi ketika sampai pada hal-hal seperti ini, kau perlu membaca suasana hati? Hal semacam itu."

"...maksudmu apa?"

Terlepas dari apakah dia hanya tak memiliki kebijaksanaan atau benar-benar tak tahu, Akito dengan lembut menepuk pundak Keisei.

"Orang-orang memiliki masalah mereka sendiri, itulah artinya."

"Aku tak tahu. Apa maksudmu dengan 'masalah mereka sendiri'?"

Keisei, yang tak bisa membaca suasana, mencoba mempelajari lebih dalam tentang keadaan seorang gadis. Dan Akito mengubah topik pembicaraan.

"Kelas D menang karena Horikita melihat melalui strategi berisiko Ryuuen, kan? Jika tak ada yang menyadari bahwa ada peluang bagus pemimpin Kelas D akan terbongkar, kan?"

Aku mengangguk dan memberikan jawaban jujurku pada Akito, yang mencoba mengkonfirmasi itu.

"Jika itu terjadi, situasi saat ini tak akan terjadi."

"Mereka berpesta sepanjang waktu namun masih ingin mendapatkan hadiah itu pada akhirnya, ya? Dan mereka membuatnya tampak seperti mereka semua mundur. Tapi mengapa Ryuuen-kun harus menjadi orang yang tinggal di pulau? Dia Pemimpin Kelas C. Bukankah lebih baik meninggalkan seseorang yang tak terlalu mencolok?"

Haruka tak sepenuhnya melenceng. Namun, ini adalah sesuatu yang berlaku untuk semua kelas.

Orang-orang yang menonjol sebagai pemimpin adalah sesuatu yang semua orang akan pertimbangkan terlebih dahulu tapi karena secara harfiah siapa pun dapat dinominasikan sebagai pemimpin, itu juga wajar bahwa kau pada akhirnya akan meragukannya.

Pertama-tama, tak ada yang bisa menunjukkan Ryuuen sebagai pemimpin kecuali mereka benar-benar yakin dia tetap tinggal di pulau itu.

Dan bahkan jika mereka mengkonfirmasi bahwa dia tetap di belakang, masih ada kemungkinan yang sangat rendah untuk dia ditunjuk. Karena siswa Kelas C yang tak mencolok masih bisa bersembunyi. Kemungkinan itu tak bisa dikesampingkan.

Karena ini adalah ujian di mana biaya melakukan kesalahan jauh lebih besar daripada hadiah untuk mengenai sasaran. Pada akhirnya, kecuali kau memiliki bukti kuat, tak ada yang bisa menunjuk siapa pun dengan tepat.

"Hei, Kiyotaka. Kenapa kau tak memberi tahu kami informasi yang kau dapatkan dari Horikita?"

Keisei bertanya dengan ekspresi serius.

"Maksudmu apa?"

"Aku ingin tahu apa yang dipikirkan Ryuuen dan apa yang dia rencanakan untuk dilakukan. Mengingat apa yang terjadi di festival olahraga dan selama Paper Shuffle, kita perlu dipersatukan sebagai sebuah kelas."

"Aku juga merasa menyeramkan karena Ishizaki dan sejenisnya menempel padaku. Aku juga setuju."

Sepertinya mereka mulai menyadari bahwa kerja sama telah menjadi lebih penting dari sebelumnya. Bahkan Akito dan Haruka, yang tak terlalu memperhatikan masalah kelas, tampak memiliki pendapat yang sama.

"Itu hanya kabar angin tapi..."

Sebelum aku mengusulkan memanggil Horikita, Keisei mengatakan ini.

"Aku baik-baik saja dengan itu. Tolong beritahu kami."

Mereka berempat berbalik ke arahku sekaligus. Aku merasakan semacam tekanan aneh padaku.

"Baiklah. Aku tak akan bertanggung jawab atas kesalahan apa pun."

Setelah menambahkan itu, aku menjelaskan kejadian-kejadian di pulau tak berpenghuni yang kualami bersama Horikita pada kelompok sejak awal. Tentu saja, semua peristiwa itu adalah gerakan yang kubuat sendiri tapi secara resmi Horikita yang memikirkannya sendiri.

Tentang bagaimana Ryuuen menggunakan radio sambil bersembunyi di pulau itu untuk berkomunikasi dengan mata-mata. Bagaimana Ibuki bukan satu-satunya dan mungkin ada mata-mata di kelas lain juga. Dan kemudian tentang bagaimana Ryuuen mulai terobsesi pada Horikita sejak ujian di kapal pesiar. Aku juga memberi tahu mereka tentang bagaimana Ryuuen menemukan cara untuk mengalahkan ujian di kapal pesiar.

Tentu saja, aku tak memberi tahu mereka bagaimana jelasnya Ryuuen berencana menghancurkan Horikita selama festival olahraga dan aku juga tetap diam tentang pengkhianatan Kushida.

"Kurasa itulah intinya. Sisanya seperti yang sudah kalian ketahui, Keisei."

Sekarang setelah mendapatkan informasi baru, Keisei menyilangkan lengannya sambil tampak tenggelam dalam pikirannya.

"Pertanyaannya adalah, seperti kata Haruka juga, mengapa Ryuuen berusaha keras untuk tetap tinggal di pulau itu?"

"Menurut Horikita, itu karena dia tak memercayai siapa pun. Itu sepertinya paling mudah. ​​Untuk mengumpulkan informasi tentang kelas-kelas lain dan membuat kesimpulan dari itu tampaknya terlalu berat menjadi beban bagi siswa lain."

Kemampuan untuk mengendalikan mata-mata dan membuat kesimpulan. Ketekunan dan kekuatan untuk tinggal di pulau itu setidaknya selama beberapa hari tanpa apa pun kecuali kebutuhan-kebutuhan pokok.

Aku tak akan mengatakannya dengan keras di sini, tapi orang itu juga harus seseorang yang terhubung dengan Kelas A dan mampu bekerja dengan mereka.

Mempertimbangkan semua itu, tak akan berlebihan untuk tetap menjadikan Ryuuen satu-satunya yang bisa melakukan strategi ini. Jika para pemimpin harus disebutkan namanya setelah semua siswa berkumpul maka dia tak akan memilih strategi ini.

Namun, kami seharusnya memberi nama mereka setelah apel pada hari terakhir ujian. Dengan kata lain, ini dilakukan sebelum kelas berkumpul. Itu pasti alasan dia memilih strategi ini.

"Seperti yang diharapkan dari Horikita...aku tak akan bisa berpikir sejauh itu. Aku sudah menyerah dalam mencoba menunjuk dengan tepat para pemimpin kelas yang lain dan aku juga telah berhenti mencoba untuk menyuarakan situasinya."

Keisei dan yang lainnya merenungkannya.

"Bukankah itu bisa dimengerti? Masalah makanan dan kebersihan, buku petunjuk terbakar dan pakaian dalam dicuri. Kelas D compang-camping. Kita tak mampu mengeluarkan kelas lain."

Akito mengenang peristiwa yang terjadi di pulau itu. Keisei juga mengingat kenangan yang tak menyenangkan.

"Kalau dipikir-pikir, kita benar-benar mengalami kesulitan."

"Tapi Horikita-san luar biasa. Tak disangka dia mengetahui semua itu dalam ujian."

Airi memuji Horikita seolah dia benar-benar mengaguminya.

"Aku bisa mengerti mengapa Horikita-san akan ditandai. Dia melihat mengetahui strategi Ryuuen-kun."

"Sebenarnya, mereka masih mengganggu kita sampai sekarang."

Aku seharusnya tak menyangkal hal itu tapi aku harus mengatakan yang sebenarnya pada mereka. Jadi aku menambahkan itu.

"Tampaknya bahkan selama ujian zodiak, ada pertengkaran antara orang-orang yang berada di kelompok yang sama."

"Aku bisa mengerti pulau dan pelayaran, tapi mengapa Ryuuen dan anak buahnya terlibat dengan siswa Kelas D lainnya baru-baru ini. Mereka bahkan datang jauh-jauh ke klub panahan untuk memeriksaku. Itu tak normal, kan?"

Bahkan jika Horikita menjadi sasaran, pertanyaan-pertanyaan ini bisa dimengerti.

"Mereka mungkin mencoba mengungkap kelemahan di Kelas D. Karena Horikita tak memiliki kelemahan sama sekali sehingga mereka mungkin mencoba untuk menghancurkan lingkungannya sebagai gantinya."

"Aku mengerti. Itu jadi kemungkinan juga..."

Aku ingin tahu apakah ini berarti Keisei dan yang lainnya telah berhasil memahami alasan di balik tindakan Ryuuen.

"Seperti yang diharapkan dari pacar Kiyopon."

Haruka, meski terkesan, mengolok-olokku.

"Jangan hanya pergi dan menjadikannya pacarku."

"I-Itu benar. Kupikir kau tak sopan pada Kiyotaka-kun."

"Ahaha. Maaf~ maaf~."

Aku hanya akan melanjutkan dan menambahkan ini tapi juga tak sopan untuk Horikita. Untuk memasangkannya dengan seseorang sepertiku. Bahkan jika itu hanya kesalahpahaman, Sudou mungkin marah jika dia mendengar tentang ini.

"Bahkan jika dia bukan pacarmu, kau memang menyukainya, bukan? Atau mungkin kau dengan gadis lain."

"Aku tak suka dia dan aku juga tak punya pacar."

"Begitu. Lalu itu berarti kita semua akan kesepian tahun ini."

"Kesepian?"

"Lihatlah sekeliling. Ini hampir Natal."

Sambil duduk di bangku yang diletakkan di depan sebuah restoran di Keyaki Mall, Haruka membisikkan itu.

Tentu saja, dekorasi yang dibuat hampir membuatmu berpikir ini bukan hanya fasilitas di kampus. Kadang-kadang siswa yang terlihat seperti pasangan melewati kami.

"Ini tak seperti hari yang spesial, kan? Ini hanya hari seperti hari lainnya."

"Itu mungkin begitu untukmu, Yukimu~. Tapi itu mengejutkan bagi kami para gadis."

"R-Rumor mungkin muncul......"

"Yap, yap. Seperti siapa yang berkencan dengan siapa dan siapa yang tak berkencan dengan siapa. Seperti siapa yang menghabiskan malam bersama dan siapa yang tidak? Dan meskipun kau lajang karena kau ingin melajang, mereka akhirnya akan melihatmu seperti kau adalah sesuatu yang menyedihkan."

"...kita siswa kelas 1 SMA. Pelajaran kita adalah prioritas kita."

"Tapi apakah kau berfantasi tentang hal itu? Mukamu memerah."

"Diam."

"Ngomong-ngomong, jus mangga ini terlalu manis. Saatnya pergi."

Akito membuat gerakan muntah dan mendorong cangkir ke arahku.

"Tapi itu enak?"

Haruka tampak benar-benar terkejut seolah dia tak bisa mempercayainya.

"Ngomong-ngomong, aku pribadi berpikir akan ada berbagai hal yang terjadi pada Kelas D selama liburan musim dingin."

"Itu...mengacu pada siapa yang pacaran dengan siapa?"

Airi yang ingin tahu bertanya pada Haruka.

"Mungkin. Jika ada cowok dan cewek berkencan satu sama lain maka akan ada cowok dan cewek yang putus. Lagipula, banyak hal terjadi selama Natal."

Haruka mengangguk berulang kali seolah-olah dia telah melihat banyak pasangan seperti itu sebelumnya.

"Mari kita kesampingkan pasangan. Apakah kau pikir akan ada perpisahan? Saat ini satu-satunya pasangan Kelas D akan menjadi Hirata dan Karuizawa, kan?"

Akito memegangi tenggorokannya sambil mengatakan itu. Mungkin manisnya jus mangga masih menempel di tenggorokannya. Ngomong-ngomong, aku juga minum jus mangga dan rasanya sangat manis.

"Itu belum tentu demikian. Pasangan tak terduga dapat terbentuk tanpa kau sadari, Miyachi. Percintaan bukanlah sesuatu yang terbatas pada batasan kelas kita. Jika ada seorang gadis yang kau sukai, kau harus bertindak sebelum orang lain mencuri dia darimu."

"Sayangnya, memanah adalah satu-satunya kekasih yang aku butuhkan."

"Payah. Ini bahkan tak seperti kau yang bersemangat tentang hal itu. Tak kereeeen---"

"...diam."

Akito mengalihkan pandangannya dengan malu-malu seolah dia agak malu karenanya.

Apakah begitu? Kita sudah berada di ambang Natal, bukan? Karena aku tak mengenalnya sedikitpun, semua ini terdengar tak masuk akal bagiku.

"Ngomong-ngomong, aku punya klubku. Bukannya aku akan beristirahat untuk liburan musim dingin. Mungkin cerita yang berbeda jika aku punya pacar tapi saat ini aku tak berencana mendapatkannya."

"Dengan itu, maksudmu kau INGIN mendapatkannya?"

Dengan gaya seperti wawancara, sambil menirukan aksi memegang mikrofon di tangannya, Haruka menginterogasi Akito.

"Aku tak berniat membuat keributan seperti Ike dan yang lain tapi ini sama untuk anak laki-laki dan perempuan, kan?"

Tak banyak orang yang benar-benar tak tertarik pada percintaan, sepertinya dia berusaha mengatakannya.

"...yah, aku tak akan menyangkal itu selama aku mendapatkan lelaki idamanku. Yukimu~ sepertinya menolak percintaan itu sendiri tapi apa yang akan kau lakukan jika kau bertemu dengan seorang gadis yang menyukaimu, Yukimu~?"

"Apa yang akan kulakukan...akan tergantung pada hubungan antara aku dan orang itu. Hal semacam itu."

"Hmm. Jadi kau tak akan berkencan dengannya tanpa syarat hanya karena dia lucu. Begitu, begitu. Kau laki-laki yang serius."

"Diam."

Kedua anak laki-laki itu diombang-ambingkan oleh godaan Haruka.

"Kiyotaka-kun, a-apa kau punya rencana untuk Natal?"

Tiba-tiba, Airi bertanya padaku dari sebelahku.

"Uwa. Apakah kau mengajak Kiyopon keluar, Airi? Sangat berani~"

"T-Tidak, bukan itu yang kumaksud! Bukan itu yang kumaksud, ok!?"

"Maksudku, bukan begitu? Kiyopon baru saja mengatakan dia belum punya pacar beberapa waktu yang lalu."

"Bukan itu, maksudku, aku ingin tahu apa yang kau rencanakan ingin lakukan. Ketika kau menghabiskan Natal sendirian, aku ingin tahu tentang apa yang kau lakukan."

Pasangan pasti akan pergi untuk satu atau dua kencan. Tapi aku ingin tahu bagaimana orang yang lajang akan menghabiskan hari itu.

"Aku mengerti, itu benar. Miyachi punya klubnya tapi apa yang akan Yukimu~ lakukan?"

"Aku akan belajar. Jika kita dipromosikan ke Kelas C pada semester ke-3 kita tak hanya akan mengejar, kita akan memiliki posisi untuk dijaga. Selama ada banyak siswa di kelas kita yang tak sangat cerdas, aku ingin memastikan kita tetap di depan bahkan jika itu hanya dalam ujian tertulis."

Orang yang tepat di tempat yang tepat. Dia sepertinya ingin berkontribusi dalam bidang yang paling dia kuasai. Sepertinya dia menjadi lebih percaya diri dengan membantu Haruka dan Akito belajar.

"Kurasa aku tak akan bisa belajar sebanyak itu. Aku akan menyerahkannya padamu, Keisei."

"Kau boleh menyerahkannya padaku tapi bahkan jika kita lulus sebagai Kelas A, kau masih akan menghancurkan diri sendiri jika kau tak berusaha dalam jalur apa pun yang kau pilih untuk berjalan."

Keisei menegurnya tentang bagaimana naik ke Kelas A saja tak cukup baik.

"Kau benar, kurasa begitu. Jika aku tak meningkatkan diriku, aku hanya akan jatuh setelah itu."

"Tapi bukankah itu mengurangi jumlah kelulusan sebagai Kelas A?"

Meskipun sudah mengerti, dari perspektif Akito, itu menimbulkan ketidakpuasan tertentu.

Pada saat kau lulus sebagai Kelas A, semua orang di dalamnya sudah memiliki keterampilan yang sesuai dengan tingkatnya. Aku ingin tahu apakah itu asumsi sekolah ini. Aku tak bisa mengatakan apa-apa pada saat ini.

"Dan bagaimana dengan Kiyopon, orang yang Airi tertarik? Apakah kau akan sendirian saat Natal?"

"Itu benar. Tak ada yang spesial dalam pikiranku. Kurasa aku hanya akan mengurung diri di kamarku?"

"Natal hanyalah liburan, kan?"

Upacara penutupan pada 22 Desember. Natal sudah dekat.

"Fu...fufu"

Mengamati kami, Airi mulai tertawa pelan karena suatu alasan. Dia mati-matian berusaha menahan tawanya tapi dia tak cukup berhasil.

"Apakah ada yang salah?"

"M-Maaf. Tidak, aku hanya...senang jadi aku tertawa."

"Kau senang jadi kau tertawa?"

Haruka dan yang lainnya memiringkan kepala mereka seolah-olah mereka tak mengerti. Pada saat aku menyadarinya, air mata sudah agak mengalir di mata Airi.

"Aku belum pernah bersenang-senang sebanyak ini sebelumnya. Aku sangat senang sekarang."

Airi menyuarakan perasaan jujurnya yang terus tersimpan dalam dirinya.

"Tapi itu hanya obrolan yang tak berarti."

"Aku baik-baik saja dengan itu. Karena aku ingin berbicara seperti ini dengan semua orang."

"Aku tak benar-benar mengerti tapi itu tak apa-apa. Aku juga bersenang-senang."

Haruka menyimpulkan itu. Dan kemudian topik berubah sekali lagi.

"Kita sudah di sini. Kenapa tak makan malam bersama?"

Tak ada yang keberatan dan kami memutuskan untuk pindah sebagai kelompok. Dan saat itulah aku berbicara pada semua orang.

"Aku pergi ke toilet. Kenapa kalian tak pergi duluan saja?"

"Kalau begitu kita tunggu di sini."

"Tidak, ini akan jadi ramai pada jam ini. Lebih efisien untuk duluan dan mengantre. Aku akan menyerahkan tempat duduknya padamu."

Semua orang tampak yakin dan mereka pergi ke restoran Keyaki Mall. Ini adalah situasi yang bisa berkembang hanya karena Airi menjadi mampu bertindak tanpa aku ada di sana.

Menyimpulkan bahwa aku akan pergi ke toilet, Komiya mengikuti Akito dan yang lainnya. Setelah melihat kelompok termasuk Komiya pergi, aku mulai berjalan ke arah yang berlawanan dengan toilet.

Dan aku mendekati seorang gadis yang duduk di tempat kami mengobrol.

"Boleh aku minta waktunya sebentar?"

Aku memanggil seorang gadis yang duduk di satu kursi itu. Dia Kamuro Kelas A. Dia mengutak-atik ponselnya dan tampaknya tak menyadari kehadiranku, dia tetap kaku dan tak bergerak.

"Aku berbicara denganmu."

Aku berbicara dengannya lagi.

"...aku? Ada apa?"

Melihat ke atas, dia membuatnya tampak seperti dia baru saja memperhatikan kehadiranku sekarang. Aku mengambil beberapa langkah ke depan dan duduk di satu kursi yang berbeda.

Suasana seperti menusuk berada di antara kami.

"Kau baru saja membuntutiku. Apakah kau memiliki urusan denganku?"

"Hah? Apa yang kau katakan?"

"Dalam perjalanan kembali setelah sekolah kemarin. Keyaki Mall dua hari yang lalu. Keyaki Mall empat hari yang lalu. Perjalanan kembali enam hari yang lalu. Perjalanan kembali tujuh hari yang lalu. Cukup banyak kebetulan, bukankah begitu?"

Aku membalikkan layar ponselku ke arah gadis itu dan memperlihatkan beberapa foto.

"Itu, tapi kapan......"

Diam-diam aku mengambil foto dia yang membuntutiku.

"Sebagai seseorang yang membuntutiku, kau tak mampu menatapku ketika aku berbalik ke arahmu. Dapat dimengerti bahwa kau tak akan melihatku memotretmu di jendela itu."

"Bagaimana jika aku membuntutimu? Ada masalah dengan itu?"

"Tidak juga. Bukannya aku langsung dirugikan olehnya atau apa pun. Aku tak benar-benar berencana memintamu untuk berhenti."

"Tepat, kan? Itu hanya kebetulan."

"Tapi menurutmu apa yang akan dipikirkan atasanmu jika dia tahu tentang ini?"

"Atasan? Apa yang kau bicarakan? Terlalu banyak nonton film?"

"Kalau begitu kukira aku akan melaporkan ini ke Sakayanagi. Bahwa kau tak cocok untuk membuntuti."

"...Tunggu sebentar."

Saat aku meletakkan tanganku di sandaran tangan dan bergerak untuk berdiri, Kamuro menghentikanku. Hanya dari sikap itu saja, aku dapat mengatakan dia tak terlalu senang dengan situasi ini.

"Kau cukup setia pada Sakayanagi. Hari demi hari kau harus mengikutiku untuk waktu yang lama dan kau masih melakukan pekerjaanmu dengan benar. Kalian berdua harusnya dekat."

"Kau pasti bercanda. Tak mungkin aku benar-benar ingin mematuhi orang seperti itu."

"Tak perlu berbohong. Faktanya, kau menghabiskan masa sekolahmu yang berharga melakukan sesuatu yang membosankan seperti membuntuti seseorang. Itu adalah sesuatu yang hanya akan kau lakukan karena kau percaya dan menghormati Sakayanagi."

"Sama sekali tidak. Aku akan memutuskan semua hubungan dengannya sekarang jika aku bisa."

Mengatakan itu, Kamuro tampak kesal.

"Lalu kenapa kau menuruti Sakayanagi?"

"Tak masalah kenapa, kan?"

"Jika kau tak melakukannya dengan niat baik maka itu berarti dia memegang kelemahanmu."

"...apa yang kau coba katakan?"

"Aku akan melaporkan penguntit yang ceroboh ini ke Sakayanagi. Jika aku melakukan itu, ketidakmampuanmu untuk bertindak kaki tangannya akan terbongkar dan bahwa kelemahanmu yang dia pegang mungkin akan mempengaruhi dirimu nanti."

"Jadi kau mengancamku. Kau juga mengancamku."

'Juga', ya? Sepertinya Sakayanagi tak hanya menggunakan Kamuro, dia juga memegang kelemahannya. Aku hanya mengajukan pertanyaan penting tapi untuk berpikir dia akan jatuh dengan umpan itu semudah ini.

"Ada apa denganmu? Bukankah aneh kalau Sakayanagi menargetkanmu?"

"Tak tahu. Aku tak punya petunjuk."

Tampaknya Kamuro juga tak tahu tentang niat sejati Sakayanagi. Aku telah memperoleh setidaknya satu jawaban.

"Kau murid Kelas D yang dicari Ryuuen, kan? Itu satu-satunya hal yang bisa terpikirkan."

"Apa yang akan kau lakukan?"

Aku tak menyangkalnya. Pertama-tama, karena Sakayanagi tahu tentang masa laluku, tak peduli bagaimana aku mencoba menutupinya.

"Kau mengancamku, tapi jika aku merasa seperti itu, aku juga bisa memberi tahunya pada Ryuuen."

"Kupikir aku akan mengancammu tapi kau mengancamku sebagai balasannya, ya? Kalau begitu mari kita lakukan ini."

Aku menawarkan usulan pada Kamuro.

"Kau bebas untuk membuntutiku kapan saja. Aku tak akan berbicara. Dan aku juga tak melaporkannya ke Sakayanagi. Katakanlah sebagai gantinya, kau tak akan memberi tahu orang lain selain Sakayanagi tentangku."

"Pertukaran memberi dan menerima?"

"Kurasa itu bukan transaksi yang buruk."

"...itu pasti. Aku juga tak tertarik dengan Ryuuen."

Tampaknya Kamuro setuju, karena dia mengangguk dan berdiri.

"Aku akan kembali sekarang. Aku lelah."

Mengatakan itu, Kamuro langsung menuju pintu keluar Keyaki Mall.

"Pasti kelemahan yang cukup merepotkan yang dipegangnya."

Namun berkat ini, gangguan yang ceroboh tak akan terjadi lagi.

Kukira untuk saat ini, aku harus puas dengan ini. Identitasku bocor ke Ryuuen oleh sumber yang tak terduga. Rasa was-was itu tampaknya telah terpadamkan.

* * *

*Mafela (bahasa Inggris: muffler): syal dan sebagainya sebagai pembebat leher:

*Saatnya pergi (bahasa Inggris: way to go): untuk kalimat ini Admin agak kurang yakin, apa memang begini atau penerjemah bahasa Inggrisnya salah ketik. Karena setau Admin 'way to go' berarti 'saatnya pergi' atau 'waktunya berangkat'. Tapi jika pake itu akan jadi kurang cocok dengan kalimat selanjutnya, karena kelompok Ayanokoji masih tetap ditempat sambil ngobrol.

Selanjutnya

Contact Form

Name

Email *

Message *